Sorong, RK (04/02/2024) Kasus tindak pidana pencucian uang yang sedang ditangani penyidik di Reskrimum Polda Papua Barat menjadi sorotan be...
Sorong, RK
(04/02/2024) Kasus tindak pidana pencucian uang yang sedang ditangani penyidik di Reskrimum Polda Papua Barat menjadi sorotan beberapa ahli perbankan. Pimpinan BPR Arfindo beberapa bulan lalu membuat laporan karena banyak kejanggalan yang ditemukan dalam laporan keuangan mereka.Setelah dilakukan pemeriksaan, dan dikumpulkan barang bukti, sejak bulan Agustus 2023 tahun lalu sudah ditetapkan 12 orang tersangka dan sebagian besar adalah pengurus dalam BPR Arfindo .
Menurut informasi kerugian yang ada mencapai sekitar 300 milyar ,modus yang dilakukan adalah membuat kredit atas nama fiktif bekerjasama dengan pihak ketiga, ada juga kredit yang nilainya jauh diatas nilai agunan.
"Ada saya dengar tanah yang tidak laku dijual 100 juta, tapi bisa dicairkan sebesar 500 juta" ujar seorang pria yang namanya pernah dicatut pengurus BPR Arfindo sebagai nasabah fiktif.
"Saya tau nama saya ada kredit di Arfindo, waktu mengajukan kredit di bank lain, saya diinfo ada kredit macet di Arfindo 100 juta, padahal saya tidak pernah tau" ujar CP yang berharap agar namanya bisa dibersihkan dari daftar blacklist di perbankan .
Praktisi hukum perbankan, Izaac Lawalata, mengatakan fakta-fakta dari kasus yang dipelajarinya menguatkan dugaan pelanggaran dalam prinsip kehati-hatian perbankan. Hal itu jelas-jelas melanggar UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kemudian, dalam semua operasional perbankan harus harus mengacu pada Sistem Operasional Prosedur (SOP) perbankan.
“Kami sudah pelajari kronologis dan fakta dalam kasus tersebut yang jelas-jelas melanggar UU Perbankan, khususnya pasal 49 ayat 2. Demikian juga kalau SOP diduga dilanggar dan merugikan bank, termasuk nasabah, maka yang bertanggung bisa dewan komisaris, direksi atau pegawai bank,” tegasnya.
Dalam pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan berbunyi, “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: (b) tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)”.
Izaac yang juga advokat PERADI sejak tahun 2007 hingga sekarang, mengatakan perlu segera menuntaskan audit investigasi agar diketahui persoalan mendasar dari kasus tersebut. Hasil audit, terutama dari pihak eksternal, akan menjadi acuan dalam menetapkan pihak yang bertanggung jawab atau bersalah. Selanjutnya, membantu para pihak mencari solusi untuk menyelamatkan bank dan para nasabahnya.
“Audit ini wajib dilakukan, terutama audit eksternal, agar lebih obyektif,” tegas Izaac yang juga mengajar sebagai dosen di Institut Bisnis dan Keuangan NITRO di Makassar.
Saat dikonfirmasi ke Humas Polda Papua Barat,Kombes Ongky Isgunawan., dikatakan bahwa pihak penyidik masih menunggu tim audit eksternal yang akan mengaudit ."Jadwal mereka (Tim Audit) mungkin padat, kita menunggu agar dilakukan audit,agar bisa mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran ini" ujar Ongky yang sebelum menjadi Kabid Humas sempat ikut menjadi tim penyidik untuk kasus ini.
(RP)
COMMENTS